[MOVIE REVIEW] DILAN 1990: “Tatapan dan Gombalan-Gombalan Cerdas Nan Puitis yang Berhasil Membuat Hati Milea dan Penonton Meleleh”
https://tirto.id/dilan-1990-tembus-37-juta-penonton-dalam-12-hari-tayang-cEob |
Aku bukan pembaca novel “Dilan”,
pun yang menunggu tayangnya film “Dilan” – yaiyalah kan aku bukan pembaca
“Dilan”. Sebenarnya sedari dulu aku sudah heran dengan kepopuleran “Dilan”,
“Mengapa banyak orang yang menyukai “Dilan”?”, “Sebagus itu kah “Dilan?” tetapi
pertanyaan hanya sekedar pertanyaan tanpa rasa keingintahuan untuk mengetahui
lebih dalam, karena pun memang orang-orang di sekitarku tidak ada yang sangat
merekomendasikan tersebut (tidak banyak yang membacanya), karena sebenarnya aku
tipe orang yang mudah terpengaruh dengan review, rekomendasi, ajakan atau hal
semacam itu, terutama dari orang-orang yang aku percaya. Sayangnya tidak ada
orang yang melakukan hal tersebut kepadaku, ditambah dengan covernovel “Dilan”
yang “ke teenlit-teenlit-an” ( I used to love teenlit, but I’m a grown up now),
I know “don’t judge a book by its cover. Tapi, selain itu ternyata ada salah
paham yang terjadi antara aku dan “Dilan”, suatu hari, saat novel “Dilan” sudah
mulai booming, aku pergi ke toko buku
dan menemukan salah satu novel teenlit yang juga berjudul “Dylan I Love You”
dan di situ aku pikir bahwa kedua – “Dilan 1990 dan Dylan I Love You” itu sama
atau satu series dengan judul yang berbeda. Dan sekarang aku baru tahu kedua
novel itu sangat berbeda jauh.
Aku
ingin meminta maaf kepada crew dan casts 1990 sebelumnya, maaf bahwa aku
menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang mengkritik akting Iqbaal
Ramadhan di trailer film “Dilan 1990”, tapi aku perjelas bahwa aku bukan
pengirim komentar pedas yang sering kali tidak memakai “filter” di sosial
media, aku peng-kritik offline yang hanya meng-kritiknya hanya di forum diskusi
dengan teman-temanku. Dan aku perjelas juga bahwa aku meng-kritik murni acting Iqbaal
Ramadhan di trailer tersebut, bukan karena aku tahu bagaimana “Dilan”
seharusnya, karena memang terkadang kita tidak boleh “judge a film by its
trailer”, terkadang film sekelas Hollywood saja bisa menampilkan trailer yang
bagus, tetapi film yang tidak memuaskan, atau sebaliknya.
Seperti
yang aku bilang sebelumnya bahwa aku salah satu orang yang mudah terpengaruh
dengan kata-kata orang, apalagi oleh orang yang aku percaya atau demam yang
cukup massif. Dan saat film “Dilan 1990” mulai tayang di layar lebar, di saat
itu pula parodi-parodi, meme-meme berserta “famous line” nya bertebaran di
sosial media, orang-orang mulai memakai “famous line” itu sebagai caption atau
parody atas kegelisahan-kegelisahan mereka, tetapi aku sendiri belum
terpengaruh dengan hiruk-pikuk “demam Dilan” tersebut, terlebih aku masih belum
sreg betul dengan akting Iqbaal
Ramadhan di trailer filmnya. Tetapi, beberapa saat berselang, teman-temanku dan
rekan-rekan kerjaku juga mulai ikut dalam hiruk-pikuk “demam Dilan” tersebut,
beberapa reviewer yang aku percaya juga mulai me-review bagaimana film “Dilan
1990” hampir tidak ada celah untuk dicela. Dari situ ketidak pedulianku pun
mulai goyah, bahkan aku mulai berpikir untuk membaca novelnya terlebih dahulu
sebelum menonton filmnya, tetapi akhirnya aku pun memutuskan untuk menontonnya
tanpa membacanya, jadi aku tidak memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi.
“Meleleh
dan baper” adalah dua kata yang tepat untuk aku ungkapkan setelah menonton film
“Dilan 1990” , siapa sangka Iqbaal “Cowboy Junior” atau “CJR” yang dulu masih
imut “unyu2” sekarang udah bisa bikin penonton kakak-kakak kaya aku (karena
umur aku masih kakak buat dia XD) atau ibu-ibu bisa melting
hanya karena tatapan dan gombalan-gombalan “Dilan” nya yang cerdas nan puitis.
Milea yang jutek merupakan pasangan yang menarik untuk “Dilan” yang pantang
mundur, tentu saja cerita akan jauh berbeda jika Milea-nya cewek yang
kecentilan dan mudah digoda oleh siapa saja.
Seperti
yang sudah aku bilang sebelumnya, aku bukan pembaca novel “Dilan 1990”. Jadi
aku tidak dapat me-review berdasarkan kesamaan cerita antara novel dan filmnya.
Tetapi, ada satu hal yang aku cukup pertanyakan dari segi cerita, Dilan anggota
geng motor, tetapi penyayang keluarga adalah suatu kekontrasan yang sebenarnya
aku pertanyakan sebagai penonton dan mungkin sebagai pembaca, jika aku membaca
novelnya juga, karena stigma masyarakat yang menganggap geng motor itu nakal
dan tidak lupa keluarga. Tetapi, cara Dilan memperlakukan Milea merupakan salah
satu bukti bahwa Dilan menghormati wanita, dan itu juga bukti bahwa ia
menyayangi ibunya. Tetapi, kembali lagi, ini adalah sebuah film yang diangkat
dari novel, terlepas novel tersebut berdasarkan kisah nyata atau tidak, yang
pasti selalu ada unsur fiksi dalam sebuah novel.
Jika
aku boleh mem-point lagi satu hal
lain yang menurutku kurang dari film ini adalah visualisasi tahun 1990 yang
kurang terasa. Entah hanya aku atau penonton yang lain, tetapi menurutku
visualisasi keadaan 1990 dalam film ini masih kurang, atau memang begitu lah
tahun 1990? Mengapa aku masih merasa itu sudah lumayan modern? Seperti sudah
1999 (?). entahlah, jujur aku pun belum lahir pada tahun itu. Jadi, aku tidak
bisa terheran-heran atau mengkritik lebih jauh, walaupun aku mengharapkan
keadaan yang “lebih tua”(?). Aku tahu Ayah Pidi Baiq sendiri yang duduk di bangku sutradara bersama dengan
Mas Fajar Bustomi, jadi aku yakin beliau
tau betul dan “mengawal” apa yang sudah beliau tulis agar dapat divisualisasikan
dengan baik. Dan yang pasti aku sangat
puas dan sangat berhasil dibuat baper dan senyuum-senyum sendiri saat dan seusai menonton film ini, dan aku yakin Dilan-Milea bisa menjadi pasangan
fenomenal selanjutnya setelah Rangga- Cinta atau Tita-Adit.
Komentar
Posting Komentar